A. Penjelasan Tentang Pengguna Jasa
Ada
beberapa definisi tentang pengguna jasa antara lain :
1.
Pengguna Jasa
(1) adalah setiap orang dan/atau
badan hukum yang menggunakan jasa angkutan kereta api baik untuk angkutan orang
maupun barang.” (Pasal 1 Angka 9 UU Nomor 13 Tahun 1992 Tentang
Perkeretaapian).
2.
Pengguna Jasa
(2) adalah setiap orang dan/atau
badan hukum yang menggunakan jasa angkutan, baik untuk angkutan orang maupun
barang.” (Pasal 1 Angka 10 UU Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan).
3.
Pengguna Jasa
(3) adalah orang perseorangan atau
badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan
layanan jasa konstruksi.” (Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 18 Tahun 1999 Tentang
Jasa Konstruksi).
4.
Pengguna Jasa
(4) adalah setiap orang dan/atau
badan hukum yang menggunakan jasa angkutan kereta api, baik untuk angkutan
orang maupun barang.” (Pasal 1 Angka 12 UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang
Perkeretaapian).
5.
Pengguna Jasa
(5) adalah perseorangan atau badan
hukum yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum.” (Pasal 1
Angka 22 UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan).
6.
Pengguna Jasa
(6) adalah pihak yang menggunakan
jasa Pihak Pelapor.” (Pasal 1 Angka 12 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang).
Dalam PPh final atas usaha jasa konstruksi tentang peraturan
pemerintah (PP) Nomor 51 tahun 2008 “pajak atas penghasilan dari kegiatan
usaha jasa konstruksi” juga di jelaskan definisi pengguna jasa.
Dalam PP ini dijelaskan bahwa :
Pengguna Jasa adalah orang pribadi atau
badan termasuk bentuk usaha tetap, yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
B. Penjelasan
Tentang Penyedia Jasa
Definisi penyedia barang jasa :
Penyedia barang jasa adalah
istilah untuk badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.
Dalam pelaksanaan pengadaan barang/ jasa pemerintah di
Indonesia Penyedia Barang Barang Jasa wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.
Memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha
2.
Memiliki keahlian, pengalaman,
kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan Barang/Jasa;
3.
Memperoleh paling kurang 1 (satu)
pekerjaan sebagai Penyedia Barang Jasa dalam kurun waktu 4 (empat) tahun
terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk pengalaman
subkontrak;
4.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
huruf c di atas, dikecualikan bagi Penyedia Barang Jasa yang baru berdiri
kurang dari 3 (tiga) tahun
5.
Memiliki sumber daya manusia, modal,
peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam Pengadaan Barang Jasa;
6.
Dalam hal Penyedia Barang Jasa akan
melakukan kemitraan, Penyedia Barang Jasa harus mempunyai perjanjian kerja sama
operasi/ kemitraan yang memuat presentase kemitraan dan perusahaan yang
mewakili kemitraan tersebut;
7.
Memiliki
Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha non-kecil, kecuali untuk Pengadaan Barang dan
Jasa Konsultansi;
8.
Khusus untuk Pelelangan dan
Pemilihan Langsung Pengadaan Pekerjaan Kontsruksi memiliki dukungan keuangan
dari bank;
9.
Khusus untuk Pengadaan Pekerjaan
Konstruksi dan jasa Lainnya harus memperhitungan Sisa Kemampuan paket (SKP)
sebagai berikut: SKP = KP – P; KP = nilai Kemampuan Paket, dengan ketentuan:Untuk
Usaha Kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 5 (lima) paket
pekerjaan;Untuk usaha non kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak
6 (enam) atau 1,2 (satu koma dua) N.
10.
Jumlah
paket yang sedang dikerjakan.
11.
Jumlah
paket pekerjaan terbanyak yang dapat ditangani pada saat bersamaan selama kurun
waktu 5 (lima) tahun terakhir.
12.
Tidak
dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang
dihentikan dan atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak
sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan dengan surat pernyataan
yang ditandatangani Penyedia Barang/Jasa;
13.
Sebagai wajib pajak sudah memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun
terakhir (PPTK Tahunan) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal
23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi Pengusaha Kena
Pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan;
14.
Secara hukum mempunyai kapasitas
untuk mengikatkan diri pada Kontrak
15.
Tidak masuk dalam Daftar Hitam
16.
Memiliki alamat tetap dan jelas
serta dapat dijangkau dengan jasa pengiriman; dan
17.
Menandatangani Pakta Integritas.
C. Penjelasan
Tentang Auditor
Audit secara umum merupakan suatu proses yang sistematis
untuk mendapatkan dan mengkaji secara objektif bahan bukti (evidence) perihal
pernyataan ekonomi dan kegiatan lain. Hal ini bertujuan mencocokan atau
membandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan. Dari hasil langkah itu, disimpulkan
suatu pendapat atau opini dan mengkomunikasikannya kepada pihak yang
berkepentingan (D.R. Carmichael dan J.J. Wilingham, 1987). Sedangkan audit
proyek didefinisikan oleh Leo Herbert (1979) sebagai:
1. Merencanakan, mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti yang
cukup jumlahnya, relevan, dan kompeten
2. Dilakukan oleh auditor yang bebas (independent)
3. Dengan tujuan audit yaitu untuk menjawab beberapa pertanyaan
:
a.
Apakah manajemen atau personil suatu
perusahaan atau agen yang ditunjuk telah melaksanakan kegiatan atau tidak?
b.
Apakah kegiatan yang dilakukan
memakai norma yang sesuai untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan oleh yang
berwenang?
c.
Apakah kegiatan telah dilakukan
dengan cara yang efektif?
Auditor mengambil keputusan atau pendapat dari bahan
pembuktian, dan melaporkannya kepada pihak ketiga serta melengkapi bahan bukti
untuk meyakinkan kebenaran isi laporan, dan usulan perbaikan untuk meningkatkan
efektifitas proyek.
Arti dan proses audit secara umum mencakup:
1.
Kegiatan audit terdiri dari
langkah-langkah sistematis mengikuti urutan yang logis
2.
Pengkajian secara objektif;
dilakukan oleh orang bebas, dalam arti tidak berperan dalam objek yang akan
diaudit.
3.
Diperlukan bahan bukti (evidence)
yaitu fakta atau data dan informasi yang mendukung yang harus dikumpulkan oleh
auditor
4.
Ada kriteria sebagai patokan
pertimbangan atau perbandingan. Kriteria merupakan standar yang telah
ditentukan dimana organisasi, manajemen, atau pelaksana harus mengikutinya
dalam usaha mencapai tujuan sesuai dengan tanggung jawab masing-masing.
Kriteria digunakan auditor untuk menilai apakah suatu kegiatan telah dilakukan
dengan benar atau menyimpang
5.
Ada kesimpulan berupa pendapat atau
opini auditor
Tahap auditor proyek adalah:
1.
Survey pendahuluan
2.
Mengkaji dan menguji sistem
pengendalian manajemen
3.
Pemeriksaan terinci
4.
Penyusunan laporan
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan diluar aspek utama :
1.
Organisasi, otorisasi, dll
2.
Perencanaan dan jadwal
3.
Kemajuan pelaksanaan pekerjaan
4.
Mutu barang dan pekerjaan
5.
Administrasi, pembelian dan jasa
6.
Engineering
7.
Konstruksi
8.
Anggaran, pendanaan, akuntansi, dll
9.
Perundang-undangan dan peraturan
pemerintah
Faktor keberhasilan proyek
1.
Misi proyek harus memiliki definisi
awal tentang tujuan yang jelas mengenai diadakannya proyek, serta garis besar petunjuk
cara atau strategi mencapainya
2.
Dukungan dari pimpinan teras
3.
Perencanaan dan jadwal
4.
Konsultasi dengan pemilik proyek
5.
Personil
6.
Kemampuan teknis
7.
Acceptance dari pihak pemilik dalam
hal ini pemilik ikut melakukan inspeksi, uji coba dan sertifikasi pada tahap
implementasi dan terminasi
8.
Pemantauan, pengendalian, dan umpan
balik
9.
Komunikasi untuk mencegah duplikasi
kegiatan, salah paham atau salah pengertian diantara para peserta proyek
10.
Troble shooting; akan membantu
memperkirakan persoalan yang akan terjadi jauh sebelum permasalah terjadi.
Prosedur auditor :
Tahapan Perencanaan. Sebagai suatu pendahuluan mutlak perlu
dilakukan agar auditor mengenal benar obyek yang akan diperiksa sehingga
menghasilkan suatu program audit yang didesain sedemikian rupa agar
pelaksanaannya akan berjalan efektif dan efisien.
Mengidentifikasikan resiko dan kendali. Tahap ini untuk memastikan bahwa
qualified resource sudah dimiliki, dalam hal ini aspek SDM yang berpengalaman
dan juga referensi praktik-praktik terbaik.
Mengevaluasi kendali dan mengumpulkan bukti-bukti melalui berbagai teknik
termasuk survei, interview, observasi, dan review dokumentasi.
Mendokumentasikan dan mengumpulkan temuan-temuan dan mengidentifikasikan dengan
auditor.
Menyusun laporan. Hal ini mencakup tujuan pemeriksaan, sifat, dan kedalaman
pemeriksaan yang dilakukan.
D. Deviasi Progress Pekerjaan Pada
Kurva S Schedule Proyek
1. Pengertian Kurva -S / S-Curve
Kurva-S atau S-Curve adalah suatu
grafik hubungan antara waktu pelaksanaan proyek dengan nilai akumulasi progress pelaksanaan proyek mulai dari awal hingga proyek selesai.
Kurva-S sudah jamak bagi pelaku proyek. Umumnya proyek
menggunakan S-Curve dalam perencanaan dan monitoring schedule pelaksanaan
proyek, baik pemerintah maupun swasta.
Kurva-S ini secara gampang akan terdiri atas dua grafik
yaitu grafik yang merupakan rencana dan grafik yang merupakan realisasi
pelaksanaan.
Perbedaan garis grafik pada suatu
waktu yang diberikan merupakan deviasi yang dapat berupa Ahead (realisasi pelaksanaan lebih cepat dari rencana) dan
Delay (realisasi pelaksanaan lebih lambat dari rencana).
Indikator tersebut adalah satu-satunya yang digunakan oleh
para pelaku proyek saat ini atas pengamatan pada proyek-proyek yang dikerjakan
di Indonesia. Terdapat dua macam kurva-S yakni kurva-S rencana dan kurva-S
aktual.
2. Manfaat Penggunaan Kurva-S
Kepraktisan menggunakan alat ini menjadikannya sebagai alat
yang paling banyak digunakan dalam proyek. Namun juga tidak sedikit proyek yang
menjadikan alat ini hanya sebatas hiasan dinding ruang rapat proyek.
Mungkin agar terlihat “keren” atau yang lain. Padahal
manfaat dari Kurva-S ini cukup banyak disamping sebagai alat indikator dan
monitoring schedule pelaksanaan proyek.
Ada beberapa manfaat lain dari Kurva-S yang dapat
diaplikasikan di proyek, yaitu:
1.
Sebagai alat yang dapat membuat
prediksi atau forecast penyelesaian proyek
2. Sebagai alat untuk mereview dan
membuat program kerja pelaksanaan proyek dalam satuan waktu mingguan atau bulanan.
Biasanya untuk melakukan percepatan.
3.
Sebagai dasar perhitungan eskalasi proyek
4.
Sebagai alat bantu dalam menghitung
cash flow
5.
Untuk mengetahui perkembangan
program percepatan
6.
Untuk dasar evaluasi kebijakan
manajerial secara makro
3. Cara Membuat Kurva-S
Berikut contoh sederhana dalam
membuat kurva-S tentang suatu pekerjaan pondasi yang Om BT copas dari web Ilmu Sipil sebagai
berikut :
Suatu pekerjaan pondasi dengan rincian harga sebagai berikut
:
·
Pekerjaan persiapan @ Rp. 100.000,-
·
Pekerjaan galian @ Rp. 150.000,-
·
Pekerjaan lantai kerja @Rp.
200.000,-
·
Pekerjaan pasir urug @Rp. 150.000,-
·
Pekerjaan pasangan batu kali @Rp.
400.000,-
·
Pekerjaan urugan kembali @Rp.
100.000,-
·
Total harga seluruh pekerjaan
pondasi = Rp. 1.100.000,-
Langkah pertama adalah memperkirakan waktu pelaksanaan
masing-masing pekerjaan
·
Pekerjaan persiapan @ 6 hari
·
Pekerjaan galian @ 2 hari
·
Pekerjaan lantai kerja @ 2 hari
·
Pekerjaan pasir urug @ 1 hari
·
Pekerjaan pasangan batu kali @ 3
hari
·
Pekerjaan urugan kembali @ 1 hari
Apabila dijumlahkan rencana total waktu pelaksanaan adalah
15 hari. Tapi, dalam membuat kurva-S, ada item pekerjaan yang bisa dilaksanakan
bersamaan, selanjutnya menghitung bobot masing-masing pekerjaan.
% Bobot Pekerjaan = (Harga pekerjaan / Harga total pekerjaan) x
100%
Misalnya menghitung bobot pekerjaan persiapan
% Bobot Pekerjaan Persiapan = (Rp 100.000 / Rp 1.100.000) x 100% =
9.09 %
Begitu juga dengan item pekerjaan lainnya.
Langkah berikutnya adalah membagi bobot pekerjaan dengan
durasi kemudian meletakkan pada kolom hari pelaksanaannya. Contoh, pekerjaan
persiapan = 9.09:6 = 1.52.
Berikutnya menggambar kurva-S sesuai dengan bilangan
presentasi pada setiap baris item pekerjaan (huruf merah).
Setelah semua selesai maka didapatkan kurva S pekerjaan
pondasi lengkap dibawah ini :
E. Setting Beton

Setting
beton (pencetakan beton/pengerasan beton) adalah beton basah yang mulai
mengeras seiring berjalannya waktu yang disebabkan oleh kelembaban dalam
campuran diserap oleh agregat, sebagian campuran ini diuapkan karena iklim dan
sebagian lagi digunakan dalam reaksi hidrasi antara semen dan air. Akhirnya,
beton akan terbentuk atau sepenuhnya mengeras, inilah yang dimaksud dengan
setting beton. Beton ini harus memiliki sifat berbagai bantalan beban dan daya
tahan termasuk perubahan volume (penyusutan beton) dalam kriteria yang sesuai.
Jika
beton mulai mengeras atau mulai kadaluarsa, beton ini tidak dapat digunakan.
Sehingga, beton harus dicor sebelum mulai mengeras, yang biasanya akan memakan
waktu sekitar 1 jam setelah pencampuran beton selesai. Dalam industri beton
siap pakai yang membutuhkan waktu untuk transportasi, biasanya ditambahkan
campuran untuk menunda pengerasan beton. Ini akan memperpanjang waktu
pengerasan beton basah sekitar 2-4 jam untuk transportasi dari pabrik ke lokasi
konstruksi.

Pemasangan lantai beton
Pemasangan
tangga beton bertulang
Untuk
pengerjaan dan perbaikan jalan, Anda dapat menggunakan Jayamix Fast Setting
Concrete yang didesain untuk struktur yang perlu digunakan cepat dalam jangka
waktu kurang dari 24 jam setelah pengecoran dan mencapai kuat tekan di waktu
yang singkat.
Komentar
Posting Komentar